Waktu telah menunjukkan pukul 10 malam lebih saat film yang diputar dibioskop tersebut akhirnya usai. Para penonton pun akhirnya berhamburan keluar melalui pintu keluar yang telah disediakan, diantara mereka ada 4 orang gadis cantik yang sepertinya masih berusia belasan tahun. Layaknya para gadis yang sedang mekar-mekarnya, keempat gadis itu berbicara dengan ribut mengenai film yang baru saja mereka tonton.
“Ih sumpah Edward Cullen tuh cuaakeep banget, coba dia orang Indonesia…” Cetus salah satu dari mereka yang sepertinya agak genit.
“Kalau dia orang Indo namanya ganti, jadi Edi Cuplis.” Potong gadis yang agak tomboy.
“Ih tapi kalau beneran vampir, secakep apa juga aku gak mau ah, ntar digigit lagi.” Sambut cewek yang feminin.
“Tapi menurut buku yang aku baca, vampir tuh sebenernya Cuma boongan aja kok.” Sambung cewek yang berkacamata.
Keempat gadis ceriwis itu terus berbicara sambil menuruni tangga yang berujung sampai ke basement dari mall tempat bioskop itu berada.
“Beb kenapa gak besok aja sih transfer uangnya? Udah malem nih, basement kan sepi kalau jam segini, kalau ada rampok gimana?”
“Ya maaf, abisnya aku tadi lupa, malah nonton dulu. Kata mama ini penting, transfer uangnya mesti malem ini, soalnya Om Joko nungguin.”
“Tenang aja, kalau ada apa-apa kan ada Chacha, ya nggak Cha?”
“Iya, tenang aja ah. Penakut banget sih.” Cetus si tomboy yang berwajah cantik.
Keempat gadis itu kembali berjalan beriringan, tapi kali ini lebih merapat karena ternyata memang basement mall itu malam itu sepi sekali, bahkan satpam yang biasa berjaga dekat bilik ATM pun tidak kelihatan batang hidungnya.
“Beb, cepetan gih.” Hellen si cewek berkacamata mulai tidak sabaran.
“Iya ah.” Bebi si genit pun memasuki bilik ATM sementara ketiga temannya menunggu diluar.
Belum lama berlalu, Tasya si cewek feminin yang lembut tiba-tiba melihat ada satu bayangan aneh di kegelapan. Karena penasaran ia memincingkan matanya untuk melihat lebih jelas dan iapun melihat ada sesosok bayangan yang sedang mengotak-atik pintu sebuah mobil mewah yang diparkir di basement tersebut.
“Cha, itu… kayaknya maling mobil deh Cha.” Bisik Tasya pada Chacha yang memang paling pemberani diantara mereka.
“Mana?”
“Itu… agak jauh emang.” Tasya agak ragu-ragu untuk menunjuk, takut si maling mobil bisa melihat gerakannya.
“Lu yakin Sya?”
“Kayaknya sih begitu.”
“Kalau gitu lu tunggu disini…”
“Eh eh, mau kemana Cha? Jangan nekat gitu dong.” Hellen si kutu buku yang penakut kini mulai khawatir melihat keberanian temannya.
“Gue Cuma mau nyari satpam dulu. Lu berdua tunggu dulu disini, awasi tu maling tapi jangan ketahuan.”
Belum sempat keduanya mencegah, Chacha telah bergerak menuju tangga ke lantai atas.
“Aduuh gimana nih?”
“Tenang aja, kita pura-pura nggak tahu aja.”
Si maling mobil rupanya telah berhasil melumpuhkan alarm dan membuka pintu mobil, kini ia masuk dan mulai mengutak atik kunci starter mobil tersebut. Tapi tiba-tiba terdengar suara gemuruh langkah kaki diikuti bayangan beberapa orang berseragam security yang langsung mengepung mobil tersebut beserta si maling didalamnya. Keributan dan saling bentak pun terjadi hingga akhirnya salah satu dari satpam tersebut menyeret keluar si maling mobil dan menyeretnya ke ruang keamanan. Tidak lupa beberapa satpam yang lain menghadiahi bogem mentah pada si maling mobil.
“Aduh untunglah keburu.” Chacha yang sedikit terengah-engah setelah berlarian turun naik tangga kini telah kembali.
“Aduuh ngeri banget, kok pake dipukulin segala sih?” Tasya yang memang lembut hati tidak tega juga melihat adegan didepannya itu.
Salah satu satpam yang menangkap maling tersebut menghampiri ketiga gadis yang masih terbengong melihat perkembangan peristiwa tersebut.
“Aduh, terima kasih ya adek-adek, sudah membantu kami menjaga keamanan dan ketertiban disini. Memang akhir-akhir sering sekali terjadi kasus curanmor di mall-mall sekitar sini, hampir saja kami juga kecolongan.”
“Iya sama-sama Pak, sesama manusia kan harus tolong-menolong.” Kata Chacha.
“Oh iya, adek-adek tolong tulis nama dan alamatnya masing-masing ya, siapa tahu nanti polisi butuh adek-adek sebagai saksi di pengadilan nanti.”
“Pengadilan…? Saksi…? Ih nggak mau…” Hellen kembali ketakutan dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Ih penakut amat sih.” Dengan cepat Chacha menuliskan nama dan alamatnya pada selembar kertas yang disodorkan pak satpam, Tasya juga melakukan hal yang sama.
“Terima kasih adek-adek.” Pak satpam memberi hormat dan langsung menuju tangga mengikuti rekan-rekannya yang tadi menyeret si maling mobil.
“Eh ada apaan sih ribut-ribut?” Bebi yang baru keluar dari bilik ATM tampak kebingungan karena ketinggalan berita.
“Yey lu sendiri sih yang kelamaan di dalem, kirain udah mati digigit vampir.” Chacha mencoba bercanda, untuk mengusir rasa tegang yang baru saja menguasainya.
“Hah, vampir?”
************
Beberapa bulan berlalu sejak peristiwa di basement mall tersebut. Seperti yang sudah diduga sebelumnya, Tasya dan Chacha dipanggil ke pengadilan sebagai saksi yang memberatkan. Berkat kesaksian mereka berdua, akhirnya si maling mobil yang belakangan diketahui bernama Nanang, dijebloskan ke penjara dengan hukuman yang cukup berat juga. Setelah jatuh vonis, kehidupan geng de’Rainbow kembali berjalan seperti biasa, dipenuhi keceriaan yang biasa ditemui dalam kehidupan remaja; namun yang tak mereka ketahui, badai telah menanti dihadapan mereka.
“Cha, si Tasya kemana ya? Tumben gak masuk sekolah.” Tanya Hellen kepada Chacha yang sedang asik membantai sepiring siomay di meja kantin sekolah.
“Nggak tahu, tadi udah aku coba telepon, HP-nya mati.”
“Perasaan kemaren nggak kenapa-napa tuh, apa kita tengok aja abis pulang nanti?” Bebi ikut duduk di meja sambil membawa semangkuk bakso yang masih mengepul panas.
“Boleh, ntaran yah…” Perkataan Chacha terpotong oleh suara tone HP-nya, ada SMS yang masuk.
“Eh panjang umur ni anak, baru aja diomongin, udah nge-SMS.” Ujar Chacha setelah melihat nama Tasya sebagai pengirim SMS tersebut.
“Apa katanya Cha?” Tanya Hellen penasaran.
Jantung Chacha langsung berdetak kencang ketika membaca isi pesan yang baru saja diterimanya.
“Datang ke alamat dibawah ini sekarang juga! Atau teman lu yang punya HP ini bakal gua kirim ke neraka! Datang sendiri dan jangan lapor polisi atau beritahu siapapun, kalau mau temen lu selamat!” di bagian bawah SMS tersebut tercantum sebuah alamat yang tidak begitu jauh dari sekolah tersebut. Chacha menutup HP nya dengan raut muka khawatir, ini tidak mungkin hanya lelucon atau candaan, Tasya bukan gadis yang bisa melancarkan lelucon kejam semacam ini. Artinya memang benar-benar ada yang menculik Tasya, entah untuk alasan apa.
“Kenapa Cha, Tasya bilang apa?” Hellen yang penasaran kembali mendesak Chacha.
“Ah nggak, Tasya bilang dia jenguk neneknya keluar kota jadi bolos sekolah, mungkin sampai besok.” Chacha terpaksa berbohong karena tidak mau melibatkan teman-temannya, apalagi mengingat isi pesan yang ia terima tadi, ia tidak boleh memberitahukan situasi ini kepada siapa pun.
“Oh gitu doang, kirain kenapa.” Bebi si genit kembali sibuk dengan mangkuk baksonya.
Chacha termenung mencoba merencanakan langkah selanjutnya, tapi ia tahu bahwa ia tidak punya pilihan, ia harus mengikuti perintah pesan tadi, ia harus kabur dari sekolah sekarang juga. Chacha yang setengah melamun tidak menyadari kilatan aneh pada mata Hellen yang menatapnya tajam.
*********
Tasya terikat erat di sebuah kursi, sehingga untuk sekedar menggeliat pun ia tidak mampu. Ia hendak berteriak namun mulutnya tersumbat sapu tangan yang dijejalkan kedalam mulutnya oleh para penculiknya. Saat itu dia sedang berada di sebuah ruangan yang cukup luas dari sebuah rumah yang cukup besar. Di sekelilingnya duduk dan berdiri pemuda-pemuda yang semuanya berjumlah 10 orang, sepertinya rata-rata berusia sekitar 25 tahun dan tampangnya tidak ada satupun yang beres. Mereka semua tampak begitu jelek dan menyeramkan, beberapa di antaranya bahkan memiliki wajah penuh bekas luka atau tubuh yang dipenuhi tato. Beberapa jam yang lalu ketika ia dalam perjalanan kesekolah, tiba-tiba saja sebuah mobil berhenti melintang didepannya dan beberapa orang langsung turun dan menangkapnya. Tasya sudah mencoba melawan namun apalah artinya tenaga seorang gadis remaja sepertinya dibanding beberapa lelaki kekar yang menculikknya tersebut. Tasya tahu apa rencana mereka karena mereka telah memberitahunya, ia berharap Chacha tidak akan datang atau melapor pada polisi, biarlah ia saja yang menjadi korban, Tasya sudah pasrah. Harapan Tasya tampaknya akan terkabul karena hingga jam 11 lebih tidak ada tanda-tanda kedatangan Chacha. Para penculiknya pun kelihatan mulai tidak sabaran dan beberapa kali mendesis marah ketika melihat jam. Tiba-tiba semua yang ada di ruangan tersebut dikejutkan oleh suara pintu yang dibuka oleh seseorang, semua mata tertuju pada pintu itu, Tasya sempat berharap itu adalah polisi, tetapi yang memasuki ruangan justru adalah Chacha! Ia tidak sendirian karena dua orang pemuda yang dandanannya mirip dengan para penculiknya, menguntit dibelakangnya. Wajah Chacha terlihat serius dan tenang, namun jelas terlihat tubuhnya yang masih tertutup seragam sekolah itu tampak gemetar karena ketakutan. Chacha tersentak kaget saat melihat Tasya yang terikat tak berdaya, ia menjerit dan mencoba menghampiri Tasya untuk melepaskannya, namun dua orang penculiknya menahan Chacha dengan memegang kedua tangan Chacha. Gadis cantik itu coba berontak tapi tenaganya bukan tandingan kedua orang itu.
“Lepasiinn! Siapa kalian?! Apa mau kalian, uang? Asal kalian lepasin kami, aku pasti penuhin permintaan kalian.” Sadar keadaan kurang menguntungkan, Chacha mencoba tawar menawar dengan penculiknya.
“He he, lu kira kita penculik? Lu mau tahu siapa kita?” Seorang pria separuh baya yang tampangnya amat menyeramkan dan penuh codet menghampiri Chacha, sepertinya ia adalah pemimpin gerombolan ini, karena yang lain tampak amat takut padanya.
“Lu masih inget orang yang namanya Nanang? Orang yang lu jeblosin ke penjara? Dia itu adik gue! Dan ini semua adalah temen-temennya.” Tandas si codet.
“Oh, jadi kalian kawanan pencuri mobil itu. Karena kawan kalian ketangkep, terus kalian ganti profesi jadi penculik buat minta tebusan?” Chacha memberanikan diri bertanya.
“Tebusan? Ha ha ha, kita emang nyulik kalian berdua, tapi bukan buat minta tebusan, yang kita semua inginkan adalah ngebalasin dendam Nanang yang udah lu jeblosin ke penjara.”
“Kalian…mau bunuh kami?” Kini Chacha mulai ketakutan.
“Bunuh? Nggak lah, sayang banget kalau cewek-cewek cantik kayak kalian kami bunuh gitu aja. Kami justru mau ngasih enak sama kalian.”
Mendengar kalimat dan melihat wajah mesum si codet, Chacha langsung sadar maksud para penculiknya, wajahnya langsung memucat, nasib yang lebih buruk dari kematian kini mulai mengintai dia dan Tasya.
“Nggakk… tolong jangan… kalian mau uang kan… orang tua saya kaya, berapa pun yang kalian minta…”
“Berisik! Udah gue bilang, kita gak butuh duit! Sekarang cepet buka baju lu, atau gue kirim temen lu ke neraka.”
Chacha melihat salah satu dari penculiknya kini berdiri dekat Tasya yang masih terikat di kursi, dan mengacungkan pisau yang berkilat tajam ke leher Tasya. Chacha tahu ini bukanlah ancaman kosong belaka, dari lagak para penculiknya udah jelas bunuh membunuh tidaklah tabu bagi mereka. Tapi walau bagaimanapun ia tidak rela diperkosa begitu saja tanpa perlawanan, sejenak ia bimbang.
“Ngelawan lu?! Ton,mampusin aja tuh anak.” Perintah si codet.
“Nggak jangan! Baik aku nurut, tapi janji, abis ini lu lepasin kita berdua.” Chacha panik dan tidak punya pilihan lain selain menuruti mereka.
“Iya iya, gue janji, sekarang cepet buka baju lu!” Perintah si codet.
Dengan masih sedikit ragu-ragu, Chacha dengan perlahan mulai melucuti pakaian yang ia kenakan, mulai dari kancing teratas kemejanya, turun kebawah dan kemudian ia jatuhkan kelantai. Berikutnya ia membuka kancing rok seragamnya dan membiarkannya meluncur bebas ke lantai.Kini ia berdiri dengan hanya mengenakan bra dan celana dalam berwarna pink sehingga lekuk tubuhnya yang indah dan putih mulus terlihat jelas. Chacha berdiri mematung dan menggigit bibirnya dengan tabah, sementara semua penjahat itu menatap tubuhnya yang indah sambil meneguk ludah. Si codet yang bernama Dadang membuka suara.
“Hahaha… sekarang puter badan lu, kita semua mau liat body kamu yang seksi itu!”
Chacha dengan takut-takut memuar tubuhnya yang semakin gemetaran, para penjahat yang mengelilinginya langsung bersuit-suit melihat tubuhnya yang meski tonjolan-tonjolannya tidak begitu besar, namun amat proporsional dan putih mulus.
Beberapa dari mereka pun mulai berkomentar.
”Wuiihh, Ni ABG pasti lezat buangeet!” Hahaha..”
“Iya nih, gue taruhan dia pasti masih perawan…”
“Gak, gak mungkin. Cewek secantik gini pasti udah dijebol duluan, gak percaya gue.”
“Eits kalau gitu jadi nih taruhan?”
“Boleh.”
Mendengar percakapan tersebut, Chacha yang hendak membuka bra yang ia kenakan kini menghentikan gerakannya, ia benar-benar merasa takut dan berusaha sekuatnya menahan tangis. Dadang yang tidak sabar lalu mendekat, tangannya merenggut bra itu lepas dari tubuh Chacha, hingga ia terjatuh terduduk ke lantai papan karena tubuhnya tertarik, ia tersungkur dalam keadaan telanjang dada, buah dadanya tampak tergantung indah, padat berisi dan sangat ranum. Para penjahat itu pun langsung bersiul-siul nakal dan mengeluarkan kata-kata yang mesum. Chacha refleks menutupi dadanya dengan kedua tangan, wajahnya kini memerah, semenjak ia mulai beranjak dewasa baru kali ini ada yang melihatnya bertelanjang dada, apalagi yang melihatnya adalah para penjahat yang kelihatannya amat liar dan beringas. Dadang ikut berlutut dan segera menyerbu dan melumat bibir Chacha habis habisan membuat si gadis cantik kelabakan. Chacha pun menggapai gapai berusaha mendorong wajah Dadang untuk melepaskan pagutannya, tetapi kedua tangannya dicengkeram di bagian pergelangan hingga ia sama sekali tak bisa bergerak. Chacha sempat gelagapan, karena air liur Dadang terus membanjir masuk ke dalam mulutnya, membuatnya jijik dan mual. Untunglah Dadang melepaskan pagutannya dari bibir Chacha. Sang gadis pun terbatuk- batuk dan megap- megap berusaha menghirup udara segar.
Dadang kini berdiri dan dengan berkacak pinggang menyuruh Chacha untuk membukakan celananya. Karena tidak ada pilihan lain, Chacha pun melaksanakan perintah itu, dengan Jari-jarinya yang gemetar, ia berusaha melepaskan kancing celana Dadang, setelah berhasil perlahan menurunkan restleting celananya dan celana itupun langsung jatuh kelantai. Rupanya Dadang tidak memakai celana dalam, karena kini di depan matanya Chacha melihat sebatang penis yang mengacung dengan panjang sekitar 20 cm, dengan urat-urat yang menonjol. Kepala penis itu sendiri berdiameter amat tebal, sampai-sampai wajah Chacha memucat melihatnya.
“Nah, sekarang jilatin sama isep kontol gue sampe gue keluar. Dan ati-ati jangan sampe lu gigit, kalo sampe kegigit, gue potong-potong temen lu!” Ancam Dadang.
Chacha benar-benar merasa shock, ia adalah gadis baik-baik dan belum pernah melakukan oral seks sebelumnya. Perasaannya muak membayangkan memasukan penis lelaki asing dalam mulutnya, namun ia ketakutan mendengar ancaman Dadang jika ia tidak menuruti perintahnya. Tidak ada pilihan lain, ia harus menurut.
“Lho, kok bengong, ayo cepet!” bentak Dadang tidak sabar.
Tidak tahu bagaimana memulainya, Chacha meraih penis Dadang, baru menyentuhnya dengan tangan saja sudah membuatnya merinding, hangat dan berurat, menimbulkan perasaan aneh yang campur aduk dalam dirinya. Perlahan Chacha menempelkan bibirnya yang mungil ke kepala penis Dadang dan mulai menciuminya selama beberapa saat.
“Kok Cuma diciumin doang? Isep dong!” Bentak Dadang.
Chacha lalu mengeluarkan lidahnya lalu ia menjilati batang penis itu, sambil menelan ludah ia membuka mulutnya lebar-lebar dan memasukan kepala penis tadi ke dalam mulutnya, sedangkan lidahnya terus menjilati. Nafas Dadang sekarang semakin berat dan terengah-engah, sementara itu Chacha terus menjilati kepala penisnya, sesaat dirasakannya sesuatu cairan yang aneh di ujung penis itu, tapi ia berusaha melupakan apa yang baru dijilatnya, sambil menutup matanya erat-erat.
Sementara Tasya yang masih terikat tak berdaya hanya bisa menangis melihat sahabatnya dipermalukan sedemikian rupa, ia mencoba berontak dan berteriak, tapi semuanya sia-sia belaka. Tiba-tiba ia merasakan rabaan pada sekujur tubuhnya, payudaranya yang berukuran sedang pun tak luput dari rabaan juga. Rupanya penjahat yang tadi mengancamnya dengan belati mulai tidak tahan juga melihat suguhan adegan antara bosnya dengan Chacha, jadi ia melampiaskannya pada Tasya. Orang itu membuka celananya dan tak lama kemudian mengacunglah penisnya di depan wajah Tasya. Orang itu dengan cepat membuka sumbatan mulut Tasya dan menjejalkan penisnya kedalam mulut Tasya.
“Isep, kalau nggak gue bunuh temen lu.:
Tasya kini berada dalam posisi yang sama dengan Chacha, dan ia pun mengambil keputusan yang sama dan meskipun masih amat kaku – apalagi karena tangannya masih terikat dibelakang punggungnya, Tasya mulai menciumi dan menjilati penis itu sampai pemiliknya mengerang keenakan. Penis itu tidak sebesar milik Dadang, tapi kepala penisnya sangat besar dan berwarna ungu. Tasya pun terus melakukan kuluman dan sedotan hingga penis itu pun ereksi sempurna. Pemilik penis itupun menggerakkan pantatnya maju mundur seakan sedang menyetubuhi mulut Tasya yang mungil. Sementara itu Chacha masih sibuk menservis Dadang. Dengan tangan kanannya Chacha memegang batang penis Dadang, sementara kepalanya bergerak maju mundur berirama dengan bibir yang terus menggosok-gosok maju mundur pada kepala dan batang penis hitam milik Dadang, sedangkan lidahnya terus begerak menjilati dan membasahinya. Dadang mulai mengerang tak keruan dan tiba-tiba memegang dan mendorong kepala Chacha hingga dahinya bersentuhan dengan perut Dadang. Chacha langsung merasa mual karena kepala penis Dadang menusuk tenggorokannya, apalagi ketika penis itu menyemprotkan sperma masuk ke dalam mulut dan tenggorokannya. Chacha belum pernah merasakan sperma sebelumnya, ia tak berdaya menelan semua cairan kental asin yang memenuhi mulutnya, dan dengan leluasa masuk ke dalam perutnya.
“aararaagghh!” erang Dadang, sementara Chacha hanya bisa menelan semua sperma yang terus keluar dari penis itu.
“Telen tu peju!!” erang Dadang lagi.
Lalu pegangan Dadang pada rambutnya perlahan mengendor dan aliran sperma yang keluar pun melambat dan akhirnya berhenti. Dadang pun akhirnya menarik keluar penisnya dari mulut Chacha yang langsung membungkuk terengah-engah menghirup udara, beberapa kali ia meludahkan sisa-sisa sperma yang masih menempel di lidah dan langit-langit mulutnya.
“Isapan lu bener-bener hebat! Gue nggak percaya kalau lu baru kali ini ngisep kontol.” Ejek Dadang. Wajah Chacha pun memerah mendengar ejekan tersebut.
“Oke giliran aku sekarang!” penjahat yang berkepala botak kini maju menggantikan Dadang.
Si botak menyodorkan penisnya di dekat mulut Chacha, bahkan hampir menempel ke bibirnya. Dengan perlahan ia membuka mulutnya, dan memberikan servis oral, sama seperti yang baru saja ia berikan pada Dadang barusan. SI botak segera melenguh dan meracau tak karuan sambil meremas-remas rambut Chacha. Sementara itu, Tasya merasakan ikatan tangannya dibuka seseorang, dan ia merasakan telapak tangan kirinya digenggamkan pada sebatang penis. Rupanya salah seorang penjahat tersebut mulai ikut-ikutan dan iri karena seorang gadis cantik dengan kulit yang putih mulus terawat, kini sedang mengoral penis temannya yang hitam dan kasar. Telapak tangan Tasya digosok-gosokan seakan sedang mengocok penis itu. Remasan lembut pada payudara Tasya kini makin brutal dan kasar, hingga ia tidak tahan untuk tidak merintih.
“Aduhh, jangan keras-ke… hmmp” Kalimatnya terputus karena mulutnya kembali dijejali penis bau si penjahat.
Kini ia dikeroyok tiga orang, yang satu menikmati kelembutan tangannya, yang satu menikmati servis mulutnya, sedangkan yang satu lagi menggerayangi tubuhnya habis-habisan.
Lewat sudut matanya Chacha bisa melihat sahabatnya juga sedang dikerjai habis-habisan, tiba-tiba kesadarannya timbul, para penjahat ini tidak mungkin melepasnya sampai disini saja. Tidak ada jaminan jika ia melayani mereka, ia dan Tasya akan dibebaskan. Chacha yang memang pemberani kini ingin berontak, ia berpikir untuk menggigit sampai putus penis yang sedang ada dalam mulutnya itu. Tapi baru saja ia membulatkan tekadnya, si Botak berkelojotan dan erangannya makin keras, ia buru buru menarik penisnya dari mulut Chacha dan langsung menyemburkan sperma hangatnya ke pada wajahnya yang cantik. Sebagian dari sperma itu mengenai matanya, hingga ia terpaksa mengatupkan kedua matanya karena sedikit perih. Ia mencoba mengusap sperma tersebut namun tangannya ada yang menarik membuatnya hilang keseimbangan dan terbanting ke lantai. Chacha merasakan kedua tangannya dicengkram dan direntangkan hingga ia tak bisa bergerak lagi. Kedua pergelangan kakinya juga dalam keadaan terpentang dan dicengkeram entah oleh siapa. Chacha pun hanya bisa menyerah pasrah ketika merasakan ada yang menindih tubuhnya. Ia berusaha mengatur nafasnya yang tersengal sengal.
“Breettt…” Chacha bisa merasakan celana dalamnya dirobek, dan terlihatlah vaginanya yang ditumbuhi rambut-rambut hitam keriting yang tidak begitu lebat.
Chacha meronta dan mencoba berteriak, tapi cengkeraman tangan pada kedua tangan dan kakinya terlalu kuat. Mulutnyapun terbungkam oleh robekan celana dalamnya sendiri membuat semua usahanya sia-sia belaka. Kini ingin melawanpun ia tidak mampu. Salah satu penjahat yang berambut kribo yang kini sedang menindih tubuhnya kini membimbing penisnya menuju vagina Chacha. Namun sang gadis semakin meronta, membuat si kribo kesulitan memasukkan penisnya ke dalam lubang vaginanya.
“Setaannn! Lu mau gue mampusin? Diem nggak lu!” Bentak si kribo.
Meski terpaksa memincingkan matanya karena masih sedikit tertutup sperma, Chacha berusahan memelototi pemerkosanya.
“Plaakkk!” Sebuah tamparan keras menerpa wajahnya. Kepalanya terasa pening dan gerakannya terhenti.
Memanfaatkan hal tersebut, si kribo kembali mengarahkan penisnya yang sudah keras ke vagina Chacha dengan bantuan tangan. Chacha hanya bisa menggeram ketika penis itu mulai menembus lebih dalam masuk 5, 10, 15 cm penis itupun masuk dengan satu kali dorongan, dengan deras menerobos vagina perawan itu. Chacha berusaha menjerit sekeras-kerasnya, dan makin meronta-ronta, namun ia tanpa daya menghentikan pemerkosanya. Si kribo sendiri tampak amat menikmati jepitan vagina sempit Chacha, dan ia bahkan juga menikmati rontaan dan erangan kesakitan tertahan dari mulut Chacha. Sungguh amat sadis.
“Ooooh… sakiiiit…” jerit Chacha dalam hati.
Tubuhnya mengejang didera rasa sakit yang teramat sangat. Tak ada rasa nikmat sedikitpun. Apalagi ketika si kribo mulai memompa liang vaginanya. Air matanya mulai mengalir karena tak kuat menahan siksaan ini.Bukannya kasihan, si kribo justru malah menggenjotnya dengan gencar. Penisnya bergerak keluar masuk dengan kecepatan tinggi, diwarnai merah darah perawan Chacha. Ketika Kribo sedang memperkosanya, laki-laki lainnya ikut menyakiti Chacha dengan mencubit, meremas, meraba, mengisap, mengigit, menjilat dan menciumi seluruh tubuhnya. Mereka mulai dengan memainkan buah dada dan mengisapi puting susunya, tangan-tangan mereka juga menarik-narik dan menjepit puting susunya, menambah derita Chacha.
Sekitar lima belas menit kemudian genjotan si Kribo semakin keras dan diiringi erangannya, sperma si kribo menyemprot liang vagina Chacha dengan deras dan ia langsung menarik penisnya mengakhiri perkosaannya terhadap diri Chacha. Begitu si kribo bangkit, penjahat lain langsung menggantikan tempatnya, dan dengan perlahan membenamkan penisnya ke dalam liang vagina Chacha, dan si gadis cantik hanya bisa memejamkan mata, berusaha menahan rasa perih yang diakibatkan terbelahnya liang vaginanya oleh benda asing yang tak kenal kasihan. Setelah penisnya tertelan seluruhnya, si penjahat berkulit hitam mulai memompa vaginanya sambil melenguh lenguh keenakan.
”Ngghhh.. ngehe… aaah… enak banget ni memek” Dia tertawa puas sambil menggenjot tubuh Chacha bagaikan menunggangi kuda binal.
Pandangan mata Chacha yang mulai jelas kini memandang sekeliling, mencoba mencari Tasya sahabatnya yang pendiam dan feminin. Ia mengkhawatirkan nasib sahabatnya yang lembut hati tersebut. Namun ia terbelalak ketika melihat bahwa Tasya yang sudah telanjang bulat kini sedang berlutut di hadapan dua penjahat yang juga telah telanjang bulat. Masing-masing tangan Tasya memegang satu penis yang dihisap dan disedotnya secara bergantian sambil sesekali dikocoknya hingga kedua penjahat tersebut mengerang keenakan. Wajah Tasya tampak amat santai, bahkan memancarkan sedikit rasa gembira. Ada apa ini? Apa yang terjadi dengan Tasya? Pikir Chacha dalam hati. Lewat sela-sela kaki Tasya yang sedikit terbuka, sebuah tangan menyelusup dari belakang dan jari-jari tangan itu terulur hingga menemukan belahan pada bukit kecil itu, dan menyusuri belahan tersebut dengan jarinya. Erangan pun keluar dari mulut Tasya, susuran jari berbulu di sepanjang belahan vagina itu pun semakin dalam dan mulai bergerak masuk, menusuk kedalam liangnya sedikit menembus liang vagina yang belum pernah terjamah siapapun sebelumnya. Jari-jari tangan itu mengorek-orek bagian dalam vagina Tasya yang hanya ditutupi bulu-bulu jarang sambil sesekali memijit dan menggosok tombol kecil yang ada disana.
Pekikan kecil terdengar dari mulut Tasya, tapi bukan pekikan protes, justru malah pekikan manja yang amat menggoda. Si pemilik tangan mendekap tubuh Tasya dengan satu tangannya dan berbisik pelan di telinga Tasya.
“Suka ya memek kamu diobok-obok kayak gini, heh kamu suka?”
“Eh… erghhh” Semburat merah menghiasi wajah Tasya, ia tampak menahan senyum dan mengangguk pelan.
“Wuihh. Kalau yang ini kayaknya suka dientot nih… Kayaknya gak usah dipaksa.” Ejek penjahat yang penisnya sedang dikocok Tasya.
”Apaaa?!!” Jerit Chacha dalam hati.
Apa selama ini dibalik wajahnya yang kalem, Tasya ternyata seorang gadis dengan nafsu birahi yang tinggi? Mungkinkan selama ini ia telah tertipu dengan wajah innocent itu?! Tiba-tiba si Botak menduduki perut Chacha dan menjepitkan penisnya diantara kedua bukit payudaranya yang berukuran sedang, sambil mendorong pantatnya maju mundur, sehingga penisnya menggesek-gesek di antara kedua gundukan buah dadanya. Ia melakukannya sambil menyeringai puas, tidak peduli bahwa Chacha merasa begitu sesak karena diduduki olehnya hingga nafasnya pun putus-putus. Tak lama kemudian si penjahat yang sedang menggenjot vaginanya tampak terengah-engah. Iapun mengalami ejakulasi dan menumpahkan spermanya ke dalam vagina Chacha. Kepanikan kembali melanda Chacha… Para pemerkosanya tidak memakai kondom!! Bagaimana jika ia sampai hamil?!! Ia ingin berontak, namun sekujur tubuhnya terasa sakit sampai-sampai kepalaku rasanya mau pecah. Keadaannya sudah setengah sadar ketika ia merasakan liang vaginanya kembali menelan penis. Selang beberapa saat dari batang kemaluan si botak yang dijepit payudaranya menyembur sperma yang menyemprot wajah dan leher chacha, kemudian sisa-sisa spermanya dioleskan pada kedua pentil si gadis cantik. Chacha sudah tak bisa mengerang lagi, tubuhnya rasanya lumpuh, tak ada tenaga untuk menggeliat ataupun mengejang, walaupun merasakan sakit yang amat sangat ketika lagi lagi liang vaginanya harus menelan sebatang penis, entah milik siapa. Tubuhnya tersentak sentak mengikuti irama pemilik penis yang menggagahinya tanpa perlawanan sedikitpun.
Sementara keadaan Tasya justru bertolak belakang. Ia sendiri tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya, seakan tubuhnya bergerak sendiri melayani nafsu para penjahat itu. Ia menyukainya, ia suka menjadi obyek pelampiasan nafsu para lelaki kasar ini. Mungkin selama ini ia telah menipu diri dan memendam nafsunya dalam-dalam, namun kini ia menemukan pelampiasanya. Kocokan dan hisapannya pada penis-penis yang mengacung tegak dihadapannya kini makin mantap, dan Tasya pun makin menikmati gerayangan tangan-tangan kasar yang menjamahi seluruh tubuhnya, termasuk bagian tubuhnya yang paling pribadi… memeknya! Tiba-tiba sebuah tangan mendorongnya hingga ia terpaksa bertopang dengan kedua tangannya. Tasya pun merasakan sebuah tangan menguakkan vaginanya yang kini terbuka bebas. Diikuti sentuhan benda basah dan hangat yang mengirimkan getaran-getaran halus ke seluruh tubuhnya. Tasya memejamkan kedua matanya, menikmati sentuhan lidah hangat yang menelusur sepanjang garis celah kelaminnya, membuka dan mengecup bagian tubuhnya yang paling rahasia, surga kecil di belahan paha seorang gadis. Tubuhnya pun semakin gemetar ketika lidah itu menyelusup masuk ke dalam lubang kecil merah muda yang hangat dan lembab miliknya. Sensasi ini… sensasi ini luar biasa… ia ingin lagi. Chacha bisa melihat ekspresi kenikmatan pada wajah Tasya, ia mengira Tasya benar benar sudah kehilangan akal. Ini gila, masa Tasya menikmati diperkosa?! Tapi Cacha benar-benar tak bisa berbuat apa-apa, bahkan saat ini penjahat yang sedang menikmati tubuhnya berguling sambil menarik menarik tubuhnya hingga menindihnya. Si penjahat pun menarik pantatnya turun dengan kuat, sehingga batang penisnya yang telah terjepit diantara bibir vagina Chacha amblas seluruhnya kedalam liang kenikmatan gadis remaja itu. Ia pun dengan cepat mulai memompa dan mengaduk-aduk vagina Chacha dengan gerakan-gerakan yang cepat. Belum apa-apa Chacha merasakan ada yang menguak kedua buah pantatnya dan kemudian sebuah jari menyelip dibelahan pantatnya, mencari – cari lubang Anusnya. Setelah menemukan apa yang dicari, jari itu menekan masuk memekarkan lubang anusnya
“Emhhh!!” Mulut Chacha yang kini tak tersumbat terbuka seperti huruf O. Kepalanya terangkat keatas , menahan rasa sesak dianusnya, Sementara jari itu terus menekan sedalam-dalamnya, sambil sesekali bergerak memutar-mutar didalam lubang anusnya.
Tidak lama kemudia jari itu dicabut keluar lubang anus Chacha oleh pemiliknya, dan sebagai gantinya, suatu benda tumpul menggesek-gesek anusnya. Mata Chacha terbelalak dan tubuhnya menjadi kaku tegang ketika merasakan sebuah kepala batang penis mulai memasuki lubang anusnya.
”Nggak… Jangaann! Please” sia-sia Chacha memohon.
Dengan satu dorongan, kepala penis yang ternyata milik si Botak akhirnya terbenam kedalam anusnya.Chacha pun hanya bisa melolong ketika penis Botak lebih dalam masuk hampir seluruhnya kedalam anusnya! Chacha terbaring terengah-engah dengan dua penis menjejali dua rongga tubuhnya, sesak sekali.Si Botak lalu memegangi pantatnya dan mulai bergerak, perlahan tapi tetap menyakitkan, memompa keluar masuk dengan gerakan-gerakan yang semakin lama semakin brutal dan buas, tanpa mengenal kasihan Sambil melakukannya ia juga meremas-remas pantat Chacha yang putih mulus dan sesekali menamparnya hingga kulit pantatnya kemerahan dan terasa pedih. Mereka makin keras menghentak-hentakan, pinggul dan pantatnya. Kedua penis hitam itu secara bersamaan bergerak keluar dan masuk vagina dan anusnya yang masih sempit. Bagian bawah tubuh Chacha seperti tersobek-sobek, tak terlukiskan sakitnya. Tapi si Botak dan temannya terus bergerak keluar masuk, sampai akhirnya Chacha hanya bisa merintih-rintih pelan, terlalu sakit dan lelah untuk bisa berteriak. Tiba-tiba penjahat yang sedang menikmati vaginanya meracau tidak jelas dan menghentakkan pinggulnya, dan cairan hangat sperma terasa memenuhi vagina Chacha, dan untuk kesekian kali rahimnya dibanjiri sperma para bajingan ini. Chacha sudah tidak mampu lagi bergerak ketika si Botak, juga dengan keras dan brutal mencapai puncak dan menyemprotkan spermanya didalam anus si gadis.
Chacha mengira jika ia bisa istirahat sejenak, namun beberapa pasang tangan langsung menariknya dan kembali tubuhnya yang mungil dijepit dua badan hangus milik para penjahat itu. Chacha bisa merasakan bagaimana dua batang penis kembali memasuki dua relung tubuhnya yang pribadi, dan ia tak bisa berbuat apa-apa. Sementara itu Tasya yang telah telanjang bulat kini dtelentangkan di atas lantai beralas karpet tidak jauh dari Chacha. Pemuda yang membaringkan Tasya kini mengambil posisi di antyara kedua kaki Tasya dan diangkat dan disangkutkan ke pundaknya betis kiri Tasya. Lalu dengan tangannya yang sebelah lagi memegangi batang kejantanannya dan diusap-usapkan ke permukaan bibir vagina Tasya yang sudah sangat basah. Ada rasa geli menyerang di situ hingga tanpa terasa Tasya menggelinjang dan memejamkan mata. Sedetik kemudian, sang gadis merasakan ada benda lonjong yang mulai menyeruak ke dalam liang vaginanya. Dengan perlahan namun pasti, kejantanan itu meluncur masuk semakin dalam. Sementara Tasya melihat dengan sedikit takjub, bagaimana batang penis itu menerobos vaginanya, sungguh terasa absurd, seakan ia sedang menonton film dan bukan mengalaminya sendiri. Ketika sudah masuk setengahnya penis itu akhirnya mengalami hambatan, jadi si pemuda memasukkan sisanya dengan satu sentakan kasar hingga Tasya pun berteriak karena terasa nyeri. Namun tanpa memberi kesempatan untuk membiasakan diri dulu, si pemuda sudah bergoyang mencari kepuasannya sendiri, menggerak-gerakkan pinggulnya dengan kencang dan kasar menghujam-hujamkan penisnya ke dalam tubuh muda Tasya hingga si gadis memekik keras setiap kali kejantanan itu menyentak ke dalam. Pedih dan ngilu. Namun bercampur nikmat yang tak terkira. Ada sensasi aneh yang baru pertama kali dirasakan si gadis muda, di mana di sela-sela rasa ngilu itu terselip rasa nikmat yang tak terkira.
“Sakit… erghhh… sakit” keluhnya setiap kali penis itu menghujam dalam, tapi Tasya juga tidak ingin jika pemuda dekil tersebut berhenti menggenjotnya, merintih antara nikmat dan sakit.
Si pemuda yang baru saja menjebol keperawanan Tasya kini dengan semangat memaju mundurkan pantatnya sambil merem melek.
“Geblek, enak banget ni memek… ABG… uedan…” Racaunya
Tangannya kini dengan leluasa berpindah-pindah dari pinggang, meremas pantat dan meremas payudara Tasya yang terbuka bebas. Pada saat itu, seorang laki-laki yang juga telah telanjang bulat, menyodorkan batang penisnya ke depan mulut Tasya, tangannya meraih kepala si gadis dan dengan setengah memaksa ia menjejalkan batang kejantanannya itu ke dalam mulut Tasya. Namun tanpa harus dipaksa, Tasya melahap penis itu dan mulai mengulum dan menyedot penis itu kuat kuat hingga pemiliknya melenguh pelan
“Oooohh.. heeeehhhh..” Selagi mengulum penis itu, Tasya merasakan liang vaginanya begitu nikmat dan nyaman dimanjakan sodokan yang kadang lembut dan kadang menyentak.
”Oh… nggghh.. enaak…” Tanpa sadar ia berkata.
“Enak ya neng?” bisik si pemuda yang sedang menggenjotnya. “Suka ya dientot?”
“Iyaa.. oooh… aku… mmmppphh…. Oooh.. terus”
Nafsu birahi yang sudah menguasai dirinya ini membuat Tasya tak lagi malu-malu untuk meminta dipuaskan oleh pemerkosannya itu. Si pemuda pun memperhebat genjotannya, dan tubuh Tasya pun bergetar hebat menahan nikmat. Ia tidak mengerti bagaimana gesekan dua anggota tubuh bisa menimbulkan rasa nikmat seperti ini, tapi ia tidak peduli, yang ia pedulikan hanyalah terjangan sebatang penis dalam vaginanya dan mengulum penis dalam mulutnya.
“Nggghhh.. mmmm… mmmhh…” Tasya melenguh keenakan sambil terus mengulum dan menyedot penis di mulut itu, dan pemiliknya pun menggeliat hebat.
“Uedan, jangan keras-keras nyedotnya neng…”
Tapi terlambat, tubuh si pemuda bergetar dan tak lama kemudian Tasya merasakan semburan cairan dalam mulutnya. Cairan itu tersa aneh, asin, gurih dan hangat, mencecapnya dan ternyata ia menyukai rasanya, sehingga ia pun terus menyedot penis itu untuk menghisap cairan yang mungkin masih tersisa, hal ini membuat pemiliknya makin kelojotan. Tak lama Tasya kemudian melepaskan hisapannya dan pemilik penis itupun langsung ambruk di depannya.. Tepat ketika ia terduduk di lantai, si pemuda yang menggenjot vaginnanya juga sudah berejakulasi.
“Oooohh…. enaknya memek lu…”, erangnya dengan penuh kenikmatan, ia menyodokkan penisnya dalam dalam, seolah ingin menyemprot bagian terdalam dari liang vagina Tasya dengan spermanya. Tasya bisa merasakan liang vaginanya tersemprot cairan hangat yang terasa nyaman, ada rasa senang dan bangga dalam hatinya ketika bisa memuaskan pemuda tersebut, sungguh aneh sekali.
Setelah semburannya selesai, si pemuda mencabut penisnya. Tasya pun terbaring dan tanpa sadar tangannya meraih vaginanya sendiri dan mulai memasukann dua jari tangannya kedalam liangnya, menguceknya perlahan dan mengorek bagian dalamnya yang basah oleh cairan cinta dan sperma pemerkosanya. Lalu dengan perlahan menarik kedua jarinya yang ini berlumuran aneka cairan itu keluar dan memasukkannya kedalam mulutnya. Matanya terpejam ketika mencecap cairan yang melumuri jari-jarinya itu, entah kenapa terasa enak sekali. Perlahan Tasya membuka matanya dan menatap sayu kearah pria-pria yang terbengong melihat kelakuannya yang tampak amat menikmati perkosaan yang menimpanya. Tasya mengerang lembut dengan mulut separuh terbuka, tidak salah lagi mengundang pria-pria tersebut untuk segera menikmati seluruh bagian tubuhnya.
Para pria yang sempat terbengong itupun langsung tersadar dan langsung mengerubungi tubuh Tasya, sedangkan si gadis tanpa sadar mengeluarkan pekikan senang ketika beberapa batang penis yang telah mengacung tegang mulai mendekatinya. Sementara kini keadaanku Chacha sudah benar benar tak karuan. Ini adalah kali pertamanya berhubungan sex dan ia langsung digangbang secara nonstop oleh para penjahat ini. Setidaknya sudah sembilan orang menikmati tubuhnya, baik itu mulut, vagina, maupun anusnya. Dan kini ia dikeroyok empat orang sekaligus. Dua orang menyusu di payudara kiri dan kanannya. Satu lagi memompa liang vagina, dan satu lagi menikmati servis oral darinya.
“Ngghhh… aduuh…” Chacha melenguh dan menggeliat kesakitan, karena kedua orang itu tidak hanya menyusu, mereka berdua juga meremasi payudaranya dengan kasar dan masih ditambah gigitan-gigitan kecil pada kedua puting payudaranya, membuatnya menggeleng gelengkan kepala kuat kuat, tak kuasa menerima segala rangsangan ini.
Beberapa saat kemudian salah satu dari mereka mengerang panjang dan menembakkan spermanya di dalam liang vagina Chacha. Beberapa saat tubuhnya berkelojotan, kelihatan sekali ia merasakan kenikmatan yang amat sangat. Tak lama ia mencabut penisnya dari jepitan liang vagina Chacha yang kini sediit memar karena tanpa henti menelan banyak penis selama hampir dua jam ini. Dan seperti yang sudah ia duga, kali ini pun tidak ada waktu istirahat, karena pemuda gondrong yang tadi menjebol keperawanan Tasya kini telah memposisikan diri didepan selangkangannya.
“He he, sekarang giliran gue ngerasain memek yang ini.” Katanya sambil menghujamkan penisnya dan menggenjot vagina Chacha dengan buas, dengan mata yang setengah terpejam penuh penghayatan.
“Gimana brur, enakan yang mana memeknya?” Tanya salah satu dari mereka.
“Anjritt, enakan… yang ini… gila top banget.” Erang si gondrong.
Chacha dan Tasya sama-sama mendengar ucapan si gondrong barusan, dan perasaan kedua gadis itu langsung kacau balau dengan alasan yang berbeda. Chacha antara bangga dan sebal, Tasya antara iri dan penasaran.
“Erghhh… enaaknyaaa….” erang pemerkosa Tasya, dan ia menyemprotkan spermanya bertubi tubi didalam liang vagina Tasya.
Si pemuda menarik lepas penisnya dari jepitan vagina Tasya, dan segera menjejalkan penisnya kedalam mulut si gadis, dan Tasya pun segera melakukan kuluman pada seluruh permukaan penis dan sedikit menggerak gerakkan penisnya yang kini belepotan oleh sisa sperma yang masih melekat di permukaannya. Tasya yang masih dalam keadaan menungging tiba-tiba merasakan tangan-tangan kasar berusaha membuka lubang pantatnya, dan serasa sesuatu benda yang besar berusaha mendobrak masuk. Tasya meringis kesakitan saat benda itu mulai terbenam ke dalam anusnya, iapun berusaha berontak namun pinggulnya dipegang oleh sepasang tangan yang kokoh yang ternyata milik Dadang si pemimpin gerombolan ranmor itu. Dadang yang memiliki penis raksasa hanya memompa hingga setengah batang kemaluannya saja yang masuk, namun gerakannya sangat cepat dan deras, membuat liang anus Chacha yang sempit harus terbuka lebar, hingga lama kelamaan penis Dadan dapat masuk lebih dalam dan pompaannya pun semakin ganas. Merasakan benda raksasa itu keluar masuk liang anusnya, Tasya mengejang-ngejang dan seluruh tubuhnya menggelinjang, suaranya parau saat merintih panjang. Ada perasaan aneh saat relung terdalam tubuhnya yang sebelumnya tak pernah tersentuh itu tiba-tiba diserbu kenikmatan seperti ini. Tanpa sadar Tasya ikut membalas sodokan Dadang dengan bergoyang naik turun dan sedikit goyang kanan kiri, hingga payudaranya yang padat dan ranum tampak bergoyang-goyang keras. Dadang pun makin blingsatan dan meremas-remas dan menarik-narik buah dada Tasya dengan brutal, namun pemiliknya justru santai-santai saja, malah tampak makin menikmatinya.
Seperempat jam kemudian pertahanan Dadang terlihat sedikit goyang, dan wajahnya semakin memerah. Benar saja tak lama Dadang pun menggeram, tangannya tiba tiba menampar pantat Tasya keras sekali hingga memerah.
“Gillaa nih pantat..enak banget”
Tasya bisa merasakan penis Dadang berdenyut keras dan liang anusnya di sembur cairan hangat , Dadang lalu mencabut penisnya dan menggulirkan tubuhnya di samping Tasya dengan tubuh terasa lemas.Begitu Dadang tumbang, penis lain kembali menyerbu. Kali ini vaginanya yang diterobos dengan sodokan-sodaokan yang amat mantap. Entah berapa lama “perkosaan” ini berlangsung, namun rangsangan-rangsangan hebat dan rasa tak berdaya ini benar benar membuat Tasya melayang dalam kenikmatan. Akhirnya orgasme yang sudah ia nanti datang juga. Tubuhnya mengejang hebat, kedua kakiku melejang lejang, punggungnya melengkung bagai busur dan ia pun melenguh lenguh keenakan.
“Ngggghhhh…. Nggghhh… aduuuuh ooooohhh….”
Cairan orgasme langsung membanjir, membuat selangkangannya terasa amat nikmat, turun ke paha hingga membasahi lantai. Belum pernah ia mengalami sensasi seperti ini sebelumnya, luar biasa. Dan dalam waktu yang hampir bersamaan, pemuda berjerawat yang sedang menggenjotnya pun tersentak sentak.
“Oohhh.. memek lu ini… anjrit ” Dia mengerang panjang.
Tasya pun merasakan nikmat yang ia rasakan makin menghebat ketika penis dalam vaginanya berkedut keras dan spermanya yang hangat itu menyembur dengan deras membasahi liang vaginanya.
”Ngghhhh… oooohhh…” Tasya kembali melenguh keenakan, vaginanya berdenyut denyut seakan hendak pecah. Perlahan tubuhnya ambruk ke lantai dan terkulai lemas. Tenaganya sudah habis dan nafasnya pun tersengal sengal serasa hampir putus.
Tasya melihat Chacha juga sudah kepayahan dan tubuhnya hanya terguncang-guncang tanpa daya mengikuti pemerkosanya. Melihat ekspresi wajah Chacha dan lenguhan keras pemerkosanya, entah kenapa Tasya merasa senang, dan perlahan nafsunya kembali bangkit. Dan ia memang tidak perlu kecewa, karena saat ini saja, sebuah tangan yang entah milik siapa, sedang mengobok-obok vaginanya yang telah penuh beraneka macam cairan. Kedua belas pemerkosa bejat itu terus bergantian memperkosa Tasya dan Chacha di seluruh lubang yang ada. Kedua gadis itu terkadang menelan sperma yang disemburkan di dalam mulutnya, kadang disembur dalam vagina atau anusnya. Begitu penis yang satu selesai, penis lain langsung menggantikan kembali masuk hingga semuanya mendapat bagian menggunakan mulut, vagina dan anus Tasya dan Chacha paling sedikit satu kali. Dan ketika orang-orang tersebut sudah merasa puas, mereka membiarkan tubuh telanjang kedua gadis itu tergeletak begitu saja dilantai, sementara mereka asyik mengobrol sambil merokok dan tertawa-tawa puas setelah menggarap habis-habisan dua gadis remaja itu. Chacha tetap tak bergeming dalam posisi tergeletak dengan kaki mengangkang dan cairan sperma meleleh keluar dari vagina, anus dan sudut mulutnya. Chacha berusaha melihat sekelilinginya, dan bisa melihat Tasya yang terbaring menelungkup tak jauh darinya. Kedua mata tasya tampak terpejam, hingga Chacha merasa khawatir jangan-jangan ada apa-apa dengan sahabatnya itu. Namun perlahan Chacha melihat sudut bibir Tasya tertarik, dan sebuah senyuman mengembang di bibir sahabatnya itu, jelas sekali senyuman puas. Setelah itu semuanya gelap dan dan Chacha pun langsung tak sadarkan diri.
*********
Chacha perlahan membuka kedua matanya. Seluruh tubuhnya terasa amat sakit, terutama selangkangannya yang terasa perih dan terbakar. Chacha teringat semua kejadian yang menimpanya dan langsung tersentik kaget hendak bangun, namun sebuah tangan menahan bahunya.
“Hussh udah tiduran aja. Badan kamu pasti sakit-sakit ya.” Suara Tasya.
“Sya, ini…”
“Tenang aja, kita udah aman. Semuanya udah berakhir.” Tasya membelai lembut rambut Chacha.
Chacha melihat sekeliling dan ternyata ia sudah berada di kamar tasya yang sederhana.
“Bagaimana…?”
“Mereka yang nganterin kita. Tadinya aku mau nganterin kamu langsung ke rumah, tapi takut orang tua kamu nanya macem-macem kalau ngeliat keadaan kamu kayak gini, jadi aku bawa kamu ke sini. Aku sudah telepon mama kamu, dan bilang kalau malam ini kamu nginep di rumahku.”
“Hmm thanks ya Sya.” Gumam Chacha.
“Gak usah terima kasih segala, kita kan temen.”
“Tapi awas aja orang-orang itu, akan gue balas…”
“Jangan Cha! Mereka bukan orang-orang yang bisa kamu anggap enteng, pikirin keselamatan kamu Cha.”
Tasya tampak khawatir dan menggenggam tangan Chacha dengan erat.
“Tapi…”
“Yang lalu biarlah berlalu Cha, udah lupain aja semua. Yang penting kita berdua selamat… oke?”
Setelah ragu-ragu sejenak Chacha menganggukan kepalanya. Namun dibenaknya masih bergejolak dendam yang membara. Chacha tidak melihat senyum aneh yang mengembang di bibir Tasya, senyum yang penuh misteri.
*********
Pada suatu sore, Tasya tampak ragu-ragu berdiri di depan sebuah rumah yang cukup besar. Ia menengok ke kiri dan kanan sebelum akhirnya menghampiri pintu rumah tersebut. Tangannya memijit bel di samping pintu gerbang tersebut dan terdengarlah suara bel yang cukup nyaring. Tidak lama kemudian pintu gerbang tersebut dibuka oleh seorang pemuda berjerawat yang langsung cengar-cengir ketika melihat Tasya.
“He he datang lagi… mau minta nambah neng?” kata si pemuda.
“Eh… nggak… anu.”
Tasya tertunduk malu. Tanpa ragu si pemuda menggamit tangan Tasya dan menariknya masuk kedalam rumah, dan pintu gerbang rumah itu pun kembali tertutup. Baik Tasya maupun pemuda tersebut tidak melihat sesosok tubuh yang berlindung dibalik pohon yang tak jauh dari gerbang tersebut. Sepasang mata itu terus mengikuti bayangan tubuh Tasya sejak meninggalkan gerbang sekolah hingga sampai kerumah ini.
“Tasya… kenapa ia kembali ke sini… dengan sukarela?”
Hellen si kutu buku mendesis pelan sambil membetulkan letak kacamatanya yang melorot.
No comments:
Post a Comment