Wednesday, July 3, 2013
Ayu, Responden Keenamku
Namaku Aidit, usia 38 tahun dan tinggal bersama seorang istri dan 3 orang anak di sulsel (suku Bugis). Mungkin masih ingat pengalamanku saat wawancara dengan Ida yang saya beri judul "Ida, Responden Pertamaku", seperti telah dimuat beberapa waktu lalu. Di akhir kisahku tersebut, aku janji akan cerita kelanjutan penelitianku sehubungan dengan proses penyusunan karya ilmiah si Ati setelah Ida kujadikan obyek penelitian pertamaku.
Kali ini, aku beri judul "Ayu, Responden Keenamku", sebab kebetulan Responden ke-2, ke-3, dan ke-4-ku tidak terlalu menarik diceritakan buat teman-teman penggemar cerita porno, meskipun masing-masing memiliki kesan tersendiri, tapi tidak sehebat dengan kesannya pada responden ke-6-ku ini.
*****
Hanya berselang 2 hari dari peristiwa wawancara kami dengan Ida yang kejadiannya telah aku ceritakan tempo hari, aku kembali memiliki peluang untuk menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan yang tersisa dan terpotong waktu itu akibat kami terserang gejolak nafsu syahwat, sehingga Ida terpaksa menjelaskannya dalam bentuk praktek bersama aku seperti sama-sama telah kami nikmati hasilnya waktu itu.
Pada hari kedua setelah kejadian itu, sekitar jam 10.00 siang, kami berempat (saya, Ida, istri saya, dan seorang tetangga lain, sebab kebetulan suami ida belum balik dari makassar). Kami larut dalam obrolan mengenai berbagai hal seperti obrolan kami pada hari-hari sebelumnya sebagai layaknya tetangga dekat.
Sekitar jam 12.00 siang, tiba-tiba istriku dan tetangga yang satunya itu merasa lapar lalu masuk kerumah masing-masing untuk makan, sedangkan aku dan Ida masih tinggal sejenak meskipun tentunya tidak lama setelah itu kamipun masuk untuk makan di rumah kami masing-masing tapi sebelum itu kami sepakat untuk mengulangi peristiwa wawancara kami dua hari yang lalu. Kali ini kami janjian ketemu di salah satu penginapan yang khusus saya pesan buat wawancara selama beberapa hari, tapi bayarannya tentu disesuaikan dengan lamanya kami wawancara (hitungan jam, sebab kami tidak akan bermalam di tempat itu).
Pada jam 3.00 sore sesuai perjanjian, kami hampir bersamaan tiba di tempat itu, namun saya lebih duluan menunggu. Tanpa banyak basa basi kami mengambil kunci kamar dan segera memasuki kamar pesanan saya. Walaupun masih setumpuk pertanyaan saya yang tersisa tempo hari, namun aku tidak berminat lagi melanjutkannya kepada Ida. Aku hanya terpokus pada satu soal yaitu bagaimana kami bisa melanjutkan perselinghukan kami tempo hari yang terhenti gara-gara dicari istri/anakku. Aku ingin menikmati dan menunjukkan pada ida gaya dan posisi sex yang aku tahu dari cerita porn dan film-film BF. Demikian pula pikiran Ida tentunya mengarah pada hal yang sama, apalagi setelah ia mengakui kehebatan dan kelebihan saya dalam merangsang dan menyetubuhinya, yang menurutnya jauh lebih nikmat dan berkesan dibanding pemberian suaminya
Waktu itu saya memang tidak membawa lagi pertanyaan yang telah kususun sebab niat kami hanya satu yakni menyelesaikan rasa penasaran kami yang masih tersisa. Setelah aku kunci pintu kamar, kami langsung berangkulan dalam keadaan berdiri dengan masih berpakaian lengkap seolah-olah kami lama sekali tidak ketemu dan saling merindukan. Kami langsung berpagutan dan saling mengisap lidah dan bibir sambil tangan kami saling aktif mengelus, meraba, merangkul dan menggocok-gocok pada tempat-tempat sensitif kami. Hingga akhirnya hanya dalam tempo yang singkat, kami sudah saling bugil berkat keaktifan tangan kami saling mempreteli pakaian, bahkan tanpa sepata katapun kami saling menarik untuk duduk dan berbaring di atas tempat tidur yang masih rapi di kamar itu.
Memang benar, apa yang kami lakukan di atas tempat tidur itu setelah kami sama-sama bugil dan terangsang, tiada lain kecuali saling menyenangkan dan mengerahkan segala kemampuan kami untuk menerapkan gaya-gaya dan posisi sex yang kami ketahui. Kenikmatan yang kami dapatkan di kamar itu, sungguh luar biasa dan mungkin 2 kali lipat kenikmatannya dibanding waktu pertama kali kami lakukan di rumah ida 2 hari lalu. Kami sempat menyelesaikan 3 ronde sebelum kami sama-sama meninggalkan kamar itu karena sudah menjelang magrib. Kami sangat khawatir kalau-kalau istriku dan tetangga lainnya nanti curiga pada kami karena kelamaan keluarnya, apalagi kami secara bersamaan kami keluar. Untuk itu, aku minta agar ida lebih duluan pulang dengan naik becak saja, nanti aku menyusul setelah jam 7.00 malam. Waktu itu aku singga di rumah teman ngobrol seadanya, lalu kemudian pulang ke rumah.
Entah bagaimana sikap ida sesampainya di rumah, tapi yang jelas waktu aku pulang ia masih sempat ngobrol bersama tetangga lainnya di depan rumah seperti biasanya tanpa sedikitpun mengundang rasa curiga dari tetangga kalau kami barusan saling memberi kenikmatan di suatu penginapan. Ia nampaknya belum mandi dan wajahnya cukup berseri-seri seperti orang yang baru saja menerima berita gembira atau mendapat keberuntungan. Dia hanya sesekali mengarahkan pandangannya padaku sambil sedikit tersenyum tanpa terpengaruh ngobrolnya bersama tetangga lainnya. Saya perkirakan malamnya ia tidur pulas sekali, karena tengah malam baru menghentikan obrolannya itu, apalagi matanya seolah bengkak pada saat kami berpapasan di belakang rumah di pagi harinya.
Tiga hari kemudian setelah peristiwa kami dengan Ida itu, suaminya datang dari Makassar. Aku tetap berusaha memperlihatkan keakraban dengan mereka seperti biasanya. Namun, aku tiba-tiba teringat dengan surat kuasa yang diberikan oleh Ati untuk mengumpulkan data hasil wawancara dari beberapa pasangan suami istri yang telah pacaran sebelum nikah. Aku lalu masuk kamar komputerku dan menyusun kembali daftar pertanyaan yang akan kuajukan kepada responden-responden berikutnya yang tentunya saya harus sesuaikan lebih dahulu dengan sasarannya.
Responden kedua, ketiga dan keempatku, tidak terlalu menarik untuk diceritakan sebab aku tidak diberi kesempatan oleh mereka untuk mempraktekkan sama dengan responden pertamaku. Bahkan responden keduaku nampaknya malu dan kurang senang terhadap pertanyaan yang kuajukan, sehingga ia tidak bersedia lagi diwawancarai. Sedangkan responden ketiga dan keempat, tetap menjawab seluruh pertanyaanku tapi ia menolak untuk menunjukkannya dalam bentuk gerakan, sebab katanya malu dan takut menghianati suaminya. Bahkan Ia sempat mengancam akan membongkar kedoku jika aku bertindak dan bertanya kurang sopan. Mereka sangat keberatan diwawancarai di luar rumah, apalagi di penginapan.
Berbeda dengan responden kelimaku, mereka justru memancing birahiku setelah mereka tahu bahwa aku sangat takut, malu dan minder mengajukan pertanyaanku yang lebih mengarah kepada porno. Ketika aku sampai kepertanyaan ke-11 saat aku wawancara dengannya dalam kamar penginapan pesananku itu dalam posisi berhadap-hadapan di atas kursi plastik, ia tiba-tiba tertawa terbahak-bahak sambil meraih tanganku dan menuntunku untuk duduk berdampingan di atas tempat tidur, bahkan langsung memeluk dan mencium pipiku.
"Dit, aku tau maksudmu mewawancaraiku. Kamu pasti menginginkan kenikmatan dari tubuhku khan?" kata dia sambil sedikit menarik kepalanya kebelakang lalu menatap wajahku penuh birahi.
"Maaf Bu, terus terang aku.." baru aku mau menjelaskan maksudku yang sebenarnya, ia tiba-tiba seperti binatang buas mendapatkan mangsa yang selama ini diimpikannya. Dengan cepat dan kuatnya mulutnya menerkam mulutku, bahkan memainkan lidahnya dalam mulutku, sehingga terasa sedikit agak sakit karena ia sedikit mengisap agak keras dan menggigit bibirku tanpa disadarinya. Mungkin ia termasuk wanita doyan sex.
"Dit, ngga usah malu-malu, khan ngga ada orang lain yang melihat kita, lagi pula kau menginginkan hal ini khan? Aku akan melayanimu sepuas-puasnya asalkan kau mau merahasiakan perbuatan kita ini kepada siapa saja, terutama kepada suamiku" katanya dengan terus terang dan serius serta sangat bergairah. Bahkan seolah ia memang telah lama menginginkan hal itu terjadi denganku, sehingga ia lebih aktif melucuti pakaianku dan pakaiannya sendiri.
Hanya dalam hitungan detik kamipun sudah saling bugil dan saling bergumul di atas tempat tidur yang empuk. Namun, pergumulanku dengan responden kelimaku ini, aku tidak bermaksud menceritakan secara rinci di sini, sebab kami melakukan dengan sangat singkat dengan menerapkan hanya satu posisi sex, yaitu saya dalam keadaan tidur terlentang, sementara responden kelimaku itu berada di atasku lebih aktif, sehingga memaksa spermaku keluar dengan cepat. Iapun nampaknya sengaja ingin menyelesaikan dengan cepat dan tanpa bermaksud menerapkan beberapa gaya sex, sebab izinya dengan suaminya hanya sebentar (ke pasar). Takut ia dicari, sehingga sesaat setelah persenggamaan kami selesai, iapun bergegas pamit duluan dan meninggalkanku dalam keadaan masih terbaring.
Hanya berselang dua hari setelah peristiwa wawancaraku dengan responden kelimaku, aku kembali menemukan obyek wawancara responden) yang tepat untuk menyambut niat busukku. Lina adalah seorang wanita yang seusia denganku, yang aku pilih sebagai sasaran dan responden keenamu. Lina adalah seorang wanita yang penampilannya cukup lemayan, dengan rambut yang panjang dan hitam, warna kulitnya agak kuning langsat dan hidung yang mancung serta bentuk bodinya yang langsing. Dia memiliki 3 orang anak tapi semuanya masih kecil-kecil. Anak pertamanya baru duduk kelas 3 SD. Sedang suaminya bekerja sebagai karyawan pada salah satu pelabuhan very di daerah kami. Lina sering memanggilku dengan kata-kata Mas dan sayapun memanggilnya Mbak, sebab kebetulan dia keturunan orang jawa, yang bersuamikan orang bugis sulsel.
Sejak perkawinannya dengan suaminya itu, Lina sudah saya kenal, bahkan saya menghadiri pesta perkawinannya. Kebetulan suaminya adalah teman kuliahku dulu di salah satu perguruan tinggi di daerahku. Walaupun Kami tinggal agak berjauhan, tapi masih dalam satu lingkungan kota, sehingga kami sering-sering saling mengunjungi sebagai layaknya teman lama. Suatu hari, saya berkunjung ke rumahnya dengan maksud minta bantuannya agar bersedia aku wawancarai. Tentu saja aku sudah membuat perencanaan dengan matang, sehingga aku ke rumahnya saat suaminya sedang ke kantor, meskipun aku tetap pura-pura menanyakan suaminya.
"Mbak, ke mana Andi?" tanyaku padanya sambil berpura-pura tidak tahu kalau suaminya ke pelabuhan. Andi adalah nama panggilan suaminya.
"Masa lupa Mas, suamiku khan setiap hari masuk kerja, ada apa Mas, ada sesuatu yang perlu kami bantu?" katanya sangat serius sambil berdiri di belakan pintu sebelum mempersilahkanku masuk.
"Oh, yah, Mas lupa jika hari ini Andi masuk kerja, tapi jam berapa pulangnya Mbak" tanyaku ingin tahu kalau-kalau ada pesannya mau pulang dengan cepat.
Tanpa Lina mempersilahkanku masuk, aku terus saja melangkah masuk dan duduk di kursi sofanya, sebab kami sama-sama sudah akrab dan semua tetangganya mengetahui keakrabanku dengan mereka. Setelah Lina menyuguhkan secangkir kopi dan kue tradisional buatannya, aku lalu menyampaikan maksud yang sebenarnya. Iapun nampaknya biasa- biasa saja dan tidak keberatan, sebab kami sudah sering humor soal porno, namun disertai dengan suaminya, tapi kali ini kami hanya berdua.
Setelah Lina membaca seluruh isi pertanyaan dan ketentuan wawancara yang kusodorkan saat itu, bahkan saya sedikit menjelaskannya lebih rinci, maka ia nampaknya sedikit bingung dan tercengang seolah ada sesuatu yang dikhawatirkannya. Tapi sikapnya itu tidak lama, lalu ia menanyakan kapan rencana wawancara itu dilakukan dan di mana tempatnya yang paling aman agar kerahasiaannya tetap terjamin dari siapa saja.
"Kalau ngga keberatan dan tidak sampai mengganggu kesibukan Mbak, sebenarnya aku harap wawancara kita bisa terlaksana hari ini, sebab kebetulan pemilik karya ilmiah yang sedang saya susun itu mendesak untuk diujikan" kata saya dengan sopan dan penuh harap agar ia mau melayani permintaanku hari itu sekaligus saya sebutkan tempatnya.
"Kalau begitu kebetulan sekali Mas andi rencana lembur hari ini sebab ada beberapa kapal very akan sandar. Jadi bolehlah kita laksanakan sekarang tanya jawabnya di tempat yang Mas maksudkan itu", Katanya.
Kebetulan dua anaknya yang sekolah di SD, nanti jam 1.00 pulangnya, sedang anak bungsunya yang usianya belum cukup satu tahun itu ia akan bawa bersamanya di penginapan itu. Dalam hati saya tidak mengapa sebab anaknya itu belum bisa bicara dan tidak tahu apa-apa. Jam tangan saya menunjukkan jam 9.15 m wita, maka aku segera pamit dan lebih duluan menunggu Lina di penginapan itu. Hanya beberapa menit saja, Linapun datang sambil menggendong anaknya yang kelihatannya ngantuk sekali karena digendong sambil mengisap susu dalam botol plastiknya. Setelah Lina masuk kamar, aku lalu cepat-cepat menutup dan mengunci pintuk kamar agar kami lebih leluasa wawancara di dalam.
"Silahkan Mas tanyakan pada saya apa saja yang ingin diketahuinya, saya akan mejawabnya secara jujur dan terbuka, bahkan jika perlu aku siap menunjukkan gerakan-gerakannya asalkan Mas tetap berjanji akan merahasiakan segala sesuatunya" kata Lina seolah sudah mengerti arah pertanyaan yang akan kutanyakan padanya. Waktu itu, Lina sedang duduk di pinggir tempat tidur, sementara saya duduk di kursi plastik dekat tempat tidur itu. Demikian dekatnya tempat duduk kami, sehingga lutut kami bersentuhan dengan betis telanjang Lina. Kebetulan Lina saat itu mengenakan baju daster warna kehitam-hitaman yang ujungnya pas di atas lututnya, sehingga jika ia duduk, maka pasti terangkat sedikit hingga batas pahanya.
"Sabar Mbak, kita santai aja dan ngga usah terlalu buru-buru, sebab waktu kita masih banyak" kataku menenangkan agar ia tidak terlalu mendesakku menyelesaikan seluruh pertanyaan dalam waktu singkat. Pikiranku sudah mulai terganggu dengan pemandangan indah di depanku, sebab saat Lina membaringkan anaknya di atas tempat tidur karena tertidur, lina sedikit mengangkat pahanya, apalagi tidak ia sadari kalau dasternya tersingkap ke atas. Tentu saja aku sangat menikmati pemandangan yang selama ini disembunyikan kecuali buat suaminya. nampak CD-nya yang berwarna kuning dan agak tipis, sehingga seolah melengket dan menyatu dengan vaginanya. Napasku tiba-tiba tidak teratur. Nafsu syahwatku sulit sekali terkendali, bahkan susunan pertanyaanku tidak dapat kuingat lagi.
Demikian asyiknya aku memandangi CD dan pahanya yang putih mulus itu, sehingga tanpa kusadari ternyata Lina sejak tadi memandangi wajahku. Sambil tersenyum, ia lalu menuntun tanganku ke CD-nya. Aku gemetar dan tidak bisa percaya jika Lina ternyata mengetahui seluruh isi hatiku. Akupun menuruti tanpa kesulitan, bahkan aku berdiri dan pindah duduk di samping Lina agar aku lebih leluasa menyentuh CD dan pahanya yang sejak tadi membuatku penasaran ingin menyentuh.
"Mas, sebenarnya aku terkadang ingin merasakan belaian laki-laki lain selain suamiku, terutama dari Mas yang sudah lama saya impikan bisa tidur bersama, sebab kata orang-orang bahwa milik orang lain lebih nikmat daripada milik kita sendiri" katanya terus terang sambil merangkul tubuhku dan mencium bibirku.
"Sama Mbak, sayapun selalu berkeinginan untuk tidur bersama wanita lain, terutama seperti Mbak ini, yang bagiku cukup cantik dan menggairahkan" ulasanku sambil membalas pelukan dan ciumannya.
"Kalau begitu Mas, berarti kita sependapat dan sama-sama menginginkan kenikmatan dari pasangan lain. Mari kita buktikan sejauh mana kebenaran kata orang-orang itu" kata lina lebih lanjut sambil mulai membuka satu persatu kancing bajuku.
Tentu saya tidak ketinggalan pula melepaskan satu demi satu kancing bajunya, bahkan saya lebih cepat menyelesaikannya dari pada dia. Hanya dalam hitungan detik, Lina sudah sangat bugil tanpa selembarpun kain yang melekat di tubuhnya, sementara aku masih tersisa CD-ku. Aku mulai aktifkan seluruh anggota tubuhku, mulai dari tangan, mulut, lidah, kaki, pinggul dan kontolku dengan penuh kekompakan. Demikianpun Lina sangat aktifnya meraba dan menggocok kontolku tanpa mengeluarkan CD-ku.
"Betul kata orang Mbak, ternyata nikmat sekali rasanya mencium pipi, bibir dan payudaramu, apalagi jika kemaluan kita nanti saling beradu, pasti kenikmatannya luar biasa" kataku menggoda agar ia lebih yakin atas kata orang-orang itu.
"Yah Mas, aku juga merasakan hal yang sama. Enak dan nikmat sekali dibanding dengan suamiku, padahal kita baru berpelukan dan berciuman, apalagi jika Mas memasukkan kontolnya pada kemaluanku, pasti kenikmatannya tidak bisa dibahasakan" katanya membenarkan ucapanku sambil melepaskan CD-ku melalui kakiku.
"Aduhh, Maass, sstt, aahh, eenak dan niikkmat sekali Mas" kata lina terengah-engah dan merasakan kenikmatan saat kugosok- gosokkan tanganku pada bibir vaginanya dan sesekali mengisap dan menggigit-gigit kecil puting susunya. Aku tidak sempat lagi bersuara, melainkan hanya menikmati setiap gerakan kami.
Setelah aku puas bermain-main di bagian atas, terutama di mulut dan payudara Lina yang sedikit montok dan putih mulus itu, aku lalu mengalihkan konsentrasiku ke bagian bawah. Mula-mula aku meraba dan mengelus-elus vaginanya yang ditumbuhi sedikit buluh halus. Setelah lina nampak menikmatinya dan terasa basah vaginanya, aku segera turun di depan tempat tidur sambil berjongkok lalu merenggangkan sedikit kedua paha Lina yang masih duduk di pinggir tempat tidur sambil menggantung kedua kakinya. Aku mencoba merenggangkan kedua bibir vaginanya dengan kedua tanganku agar bisa terlihat lebih jelas dan dalam seluruh isi lubang kemaluannya itu. Aku bisa menyaksikan dengan jelas sekali pemandangan indah itu. Dinding-dinding lubang kemaluannya nampak agak kemerahan dan mengeluarkan sedikit lendir sebagai tanda kenikmatan serta menonjolkan kelentiknya yang bulat dan kenyal itu.
Cukup lama aku permainkan lidah dan mulutku pada lubang kemaluannya itu, bahkan sesekali aku menggigit kecil kelentitnya sehingga ia seolah mau berteriak keenakan, namun ia hanya mampu menunjukkannya dengan sebuah gerakan-gerakan khas pada pinggulnya dan suara-suara nafas di mulutnya. Merasakan kenikmatan yang kuberikan itu, terutama sentuhan lidah dan mulutku pada kemaluannya, maka ia ternyata cukup bijaksana dan penuh pengertian. Ia kali ini berbalik arah, di mana menarik aku berdiri dan mengisyaratkan agar aku duduk seperti posisi dia tadi, lalu ia segera turun dan berjongkok serta meraih tongkatku yang sejak tadi berdiri itu, lalu menjilati kulitnya secara pelan, lalu perlahan ia masukkan ke dalam mulutnya dan mengocok-gocoknya dengan mulut, sehingga aku hampir tidak mampu mengendalikan diri dari mengeluarkan spermaku. Untung aku cepat berdiri, sehingga ia sejenak menghentikan gocokan mulutnya, lalu dilanjtkan lagi. Tapi tidak lama setelah itu, akupun menariknya untuk berdiri, sehingga kami berhadapan
"Mas, pelan-pelan, nanti anakku bangun dari tidurnya, kenikmatan kita khan bisa terganggu jadinya" katanya sambil memelukku. Namun karena birahi kelelakianku sudah sangat sulit lagi kukendalikan, maka tanpa meminta aku langsung mengangkat kaki kiri Lina dan meletakkannya di pinggir tempat tidur, sebagaimana pula aku mengangkat kaki kananku. Aku mencoba mengarahkan kontolku yang sudah tersiksa sejak tadi ingin memasuki luban kenikmatan Lina yang sudah basah dan menganga di depan kontolku itu. Centi demi centi aku dorong hingga akhirnya ujung kontolku terasa pas menyentuh pintu lubang kemaluan Lina, sehingga dalam posisi berdiri sambil meletakkan sebelah kaki kami di atas ranjang, kami mencoba mendorong pinggul kami ke depan hingga akhirnya terasa pertemuan antara kontolku dan vagina lina. Sambil lidah dan mulut kami berpagutan, maka kemaluan kamipun berada di bawah tanpa tangan kami membantunya.
"Masukkan cepat Mas, aku sudah ngga tahan nih menahan kertinduanku padamu Mas" kata Lina berbisik di dekat telingaku sambil memegang kontolku dan menarik sedikit serta mengarahkan ke lubang kemaluannya. Akupun memahami kerinduannya, sehingga aku membantu memudahkan masuknya kontolku pada vaginanya dengan sedikit merenggangkan kedua bibir lubang kemaluannya. Aku tidak ingin melihat Lina tersiksa dan penasaran lebih lama, sehingga aku cepat-cepat meraih pinggulnya dan menarik lebih dekat kearahku agar kontolku bisa masuk lebih dalam ke kemaluan lina. Ternyata betul tanpa kesulitan, kontolku dapat amblas dan melesat masuk lebih dalam, sebab lubang yang dimasukinya adalah lubang yang basa sejak tadi, sudah seringkali dimasuki kontol, bahkan 3 orang bayi, apalagi kontolku tidak terlalu besar, namun juga tidak terlalu kecil.
Pinggul kami saling beradu dan gantian maju mundur mengikuti gerakan kemaluan kami, sehingga tidak heran bila dapat mengeluarkan suara khas yang teratur "Decak..decik..decukk.." secara berulang-ulang. Kami saling mempercepat gerakan maju mundur kami dalam keadaan berdiri, sehingga rangjang yang kami injak dengan sebelah kaki, ikut bergoyang, bahkan goyangan itu bisa menambah nyenyak tidur anak Lina, sebab ia merasa diayun. Setelah kami capek maju mundur dalam keadaan berdiri, maka kami berhenti sejenak lalu meminta Lina agar tidur telentang di lantai kamar.
"Mbak, bagaimana kalau kamu tidur terlentang saja di lantai biar tidur anakmu tidak terganggu" kataku tanpa melepaskan pelukan kami.
"Mas, kenapa nikmat sekali rasanya bersenggama dengan pria lain seperti kamu yach? kenapa baru kali ini kita punya kesempatan melakukannya Mas? kenapa bukan dari dulu kita coba? padahal kita khan sudah lama akrab dan sudah banyak peluang emas yang kita lewatkan" ucapannya seolah-olah cukup bahagia dan menyesali keterlambatan kenikmatan ini kami rasakan.
"Yach, kenapa peluang dan keberanian kita ini baru muncul? padahal seharusnya sejak dulu kita nikmatinya bersama-sama" kataku membenarkan dan menyapa kalimat Lina tadi sambil mengangkangi tubuhnya yang sedang tidur terlentang.
Tanpa aku merasa kesulitan, kontolku kembali amblas dan menembus lubang kenikmatan Lina. Linapun menyambutnya dengan gerakan pinggul serta menggoyangkan ke kiri dan ke kanan pinggulnya mengikuti gerakan pinggulku, sehingga kemaluan kampi tak pernak lepas sedikitpun.
Nampaknya lina sudah ingin cepat-cepat menyelesaikan puncak persetubuhan kami. Ia tiba-tiba mengangkat pinggulnya dan mempercepat gerakan kiri kanan dan atas bawahnya, sehingga kontolku terasa diurut- urut oleh dua jepitan daging yang kenyal, bahkan terasa ada yang menusuk-nusuk dari dalam, yang membuat spermaku terpancing mau keluar. Setelah capek dan puas menggerakkan pinggulnya dalam keadaan terlentang, maka Lina tiba-tiba mendorong tubuhku dan bangun lalu meminta aku menggantikan posisinya tadi. Akupun mengerti maksudnya. tanpa kata-kata yang keluar dari mulut kami, kami sudah saling mengerti apa yang harus kami lakukan untuk mencapai puncak kenikmatan.
"Auhh.. all.. mm.. sstthh.." suara itulah yang terdengar dan selalu mewarnai nafas yang keluar dari mulut Lina ketika aku sambil mengangkat sedikit pinggul dan Lina menhentakkan vaginanya terus dalam keadaan kontolku berada di dalamnya. Semakin lama semakin dipercepat gerakannya, sehingga terasa cairan panas yang ada di dalam kontolku mendesak mau keluar. Untung lina tiba-tiba mengentikan gerakannya lagi dan mengeluarkan kontolku dari memeknya.
Setelah kontolku lepas dari memeknya, Lina lalu nungging sambil berlutut di depan saya, dan nampak pinggulnya bergerak-gerak seolah ingin sekali menyelesaikan puncak permainan ini. nampak sekali menonjol lubang kemaluan yang berwarna kemerahan dengan mengeluarkan sedikit daging kecilnya itu di depan hidung saya, tapi aku tidak sempat lagi memandanginya lebih lama, apalagi menjilatinya.
"Mas, cepat dong, masukkan kontolmu itu cepat dan gocoklah memekku Mas, aku semakin ngga tahan nih" katanya penuh harap agar aku bisa menusukkan kontolku secepatnya.
"Yach, oke, tunggu Mbak, aku pasti memuaskanmu, bertahanlah" kataku sambil mengarahkan kontolku ke memek Lina.
Setelah masuk dan aku gocok-gocok serta terdengar bunyi-bunyian khasnya, aku semakin tidak bisa membendung lagi spermaku. Tapi tiba-tiba, anaknya Lina terbangun dan menangis, sehingga Lina dengan cepatnya melepaskan kontolku untuk mengelus-elus anaknya agar tertidur kembali, namun anaknya tetap menangis dan nanmpaknya sudah tidak ngantuk lagi.
Sambil menetekkan anaknya di atas ranjang itu, aku kembali melanjutkan sisa-sisa kenikmatan tadi. Kali ini aku di atas dan Lina terlentang di bawah agar anaknya bisa tetap menyusu. Aku masukkan kembali kontolku yang hampir mengeluarkan cairan tadi, dan terasa pula andai kata permainan kami tidak dihentikan oleh tangisan anaknya lina, maka Linapun sudah muncrat, karena mulai tadi terasa tubuhnya agak gemetar dan mempercepat gerakannya. Memang benar, hanya beberapa menit aku menggenjot lubang vagina Lina dan mengkonsentrasikan penuh pada kenikmatan itu, akhirnya aku muncratkan spermaku di dalam lubang vagina Lina tanpa sepengetahuannya.
"Aahh, uhh.. sstt.. maaf lin, aku ngga mampu kendalikan nafsuku sehingga tumpah di dalam tanpa kusadari" suara dan kataku saat kontolku memuntahkan laharnya di lubang vagina lina.
"Ha, ngga apa-apa kok, malah lebih nikmat rasanya, aku khan punya suami kalau-kalau terjadi apa yang kita khawatirkan. Lagi pula saya baru mau muncrat nih, ngga mungkin jadi janin sebab keluarnya ngga bersamaan" katanya menenangkan kekhawatiranku sambil terengah-engah dan memeluk keras pundak dan pinggulku.
Bersamaan dengan itu, "Aahh, uhh, auu, iih.. mm.. sstt.. cross" keluarlah suara aneh terakhir dari mulut lina saat itu bersamaan dengan keluarnya tamu kenikmatannya yang telah ditunggu dan diperjuangkan sejak beberapa jam tadi.
Akibat kenikmatan luar biasa yang dialami Lina, sehingga terlepas puting susunya dari mulut anaknya, yang membuat anaknya menangis keras, karena mungkin juga tertindis sedikit. Suara tangis keras itulah yang mengakhiri seluruh permainan kami, sebab lina cepat-cepat membersihkan badan dan kemaluannya ke dalam kamar mandi sambil tertawa cekikikan akibat tangisan anaknya itu. Akupun menyusul membersihkan tubuh di kamar mandi lalu kami baring bersama di samping anaknya sejenak, saling merangkul dan m, encium sebagai tanda terima kasih dan kebahagiaan kami. Kami sama-sama merasakan suatu kenikmatan dan kepuasan yang luar biasa, yang sama-sama kami akui belum pernah kami rasakan sebelumnya, sekalipun pada saat kami sama-sama pernah melakukannya dengan pacar kami masing-masing.
"Mas, maukah kamu memberikan kenikmatan seperti ini kembali padaku atau bersetubuh dengan aku lagi jika ada kesempatan?" tanyanya sambil merapatkan wajahnya di wajahku.
"Selama Mbak senang dan mau mengulanginya. Hal itu semua sangat tergantung dari kesediaan Mbak sendiri, sebab aku justru sangat berterima kasih mau melayaniku dengan penuh kenikmatan" jawabku sambil mencium kembali bibirnya. Tiba-tiba Lina menatap dinding tembok dan menemukan jam tergantung, ia langsung tersentak dan bangun mengenakan pakaiannya secara lengkap.
"Aduh Mas, sudah jam dua ini, aku terlambat pulang, pasti anakku sudah kebingunan mencari dan menungguku di rumah, saya duluan aja yah Mas" katanya sangat khawatir atas keterlambatannya sambil meraih anaknya dan bergegas pulang setelah kembali memberikan ciuman terakhir padaku di kamar itu. Sedangkan aku menyusul beberapa menit kemudian. Puas dan bahagian sekali rasanya, meskipun pertanyaanku tidak sempat terjawab semuanya, namun tujuan pribadiku dapat terwujud.
*****
Kami memang masih sempat melakukannya di tempat itu beberapa kali dengan Lina pada hari-hari berikutnya, namun tidak senikmat dan sebahagian pada saat pertama kalinya itu.
E N D
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment